Senin, 14 Maret 2011

Job Balance Dunia and Akhirat....


‘Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok’.


Ketika saya mnonton sbuah acara sinetron di Televisi, Saya lagi membayangkan bgus juga ini ungkapan dan seoalah membangkitkan kita semua untuk semangat berkerja kembali,dan Saya ingat juga waktu kecil dan sampai saya bersekolah Islam dulu dan sampai Kuliah  Pernah di ungkapkan Oleh Guru-Guru kami para Sahabat Kami dan Dosen2 kami tentang kata-kata ini

Ungkapan tersebut sangat populer di masyarakat. Saking populernya, dianggap sebagai hadits Nabi saw oleh kalangan sebagian orang

Sebenarnya, ungkapan tersebut BUKAN hadits. Ungkapan itu adalah perkataan seorang sahabat Nabi yang bernama Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu anhu. Jadi, ini hanya soal pandangan Abdullah tentang masalah keduniaan.

Lalu, apa makna ungkapan Abdullah bin Amr bin al-Ash itu? Tentu saja beragam jawabannya.

Pertama, ada anggapan bahwa kita harus hidup seimbang, antara dunia dan akhirat.

Kedua, ungkapan tersebut maknanya justru KEBALIKAN dari makna pertama. Artinya, ungkapan tersebut mengisyaratkan bahwa akhirat lebih utama dibanding dunia. Apa buktinya? Buktinya bahwa untuk urusan akhirat harus disegerakan (karena waktunya sempit, yaitu besok), dan urusan dunia boleh ditunda (karena waktunya masih panjang yaitu hidup selama-lamanya).

Jadi, ungkapan tersebut hanya soal perbandingan antara dunia dan akhirat.

Perlu juga kita pahami bahwa yang namanya masalah keduniaan tidak melulu soal dunia, dan masalah keakhiratan tidak selalu soal akhirat.

Bisa jadi, suatu perbuatan kelihatannya dunia, namun sebenarnya ia bernilai akhirat. Contoh: seorang pebisnis yang berbisnis untuk menafkahi keluarganya. Lalu ia tidak lupa bersedekah, berzakat, dan membantu orang lain.

Bisa jadi, suatu perbuatan kelihatannya akhirat, namun sebenarnya ia bernilai dunia. Contoh: membantu korban bencana sambil menonjolkan dirinya/partainya. Di sini perbuatannya bernilai dunia, yaitu pamrih ingin dipuji sebagai orang yang peduli atau dipuji sebagai partai yang pro rakyat.

Jadi, perbuatan apapun yang bernilai akhirat, maka itu perlu diprioritaskan. Tentu saja dengan niat yang benar.

Jika niatnya akhirat, maka dunia akan ikut terbawa. Jika niatnya dunia, maka akhirat tidak akan ikut terbawa. Al-Quran menilainya seperti haba’an mantsura (debu yang beterbangan).

0 komentar:

Posting Komentar